"Bersama dengan membaca, jangan lupa ingat Tuhan"
Dear
pembelajar,
Setiap
hari Tuhan mengajar kita begitu banyak poin pengetahuan keillahian. Beliu
memberi petunjuk kepada kita. Sebagian orang menyebut firman, sebagian lainnya
menyebut ayat-ayat, dan sebagian lain menyebut sebagai maha vakya
(ayat-ayat luhur).
Saya
senang menggunakan istilah ayat-ayat luhur, sebab tujuan disampaikannya
ayat-ayat adalah agar bisa menjadikan pendengar atau pembelajarNya menjadi
manusia yang luhur (elevated).
Jadi,
jika sudah lama (sering) saya mendengar petunjuk luhur Tuhan, tetapi karakter saya tidak berubah menjadi luhur,
maka pasti ada “sesuatu” yang salah.
Bagi
saya, Tuhan adalah Sang Pengajar Sejati. Setiap hari Beliau hadir mengajar-menyampaikan
ayat-ayat nan luhur, tetapi tidak setiap jiwa menyadari ini. Ada yang sadar dan
ada yang tidak sadar bahwa Beliau sedang mengajar.
Salah
satu metode mencerna dan meresapkan petunjuk Tuhan yang saya suka adalah
membangun kesadaran bahwa Tuhan secara pribadi sedang menasehati diri saya.
Maka,
saya perlu memeriksa diri.
Ketika
saya mendengarkan ayat-ayat luhur yang disampaikan Tuhan saat pagi hari (tidak
peduli siapapun yang membacakan), apakah saya mampu membangkitkan perasaan bahwa
Tuhan sedang mengajar saya secara pribadi?
Mengapa
saya harus menyadari bahwa Tuhan sedang mengajar saya secara pribadi?
Sebab,
jika saya tidak mampu memunculkan kesadaran bahwa Tuhan sedang mengajar/menasehati
saya secara pribadi, jika saya tidak sadari bahwa nasehat itu spesial untuk
saya, maka pikiran saya akan cenderung lari kemana-mana.
Biasanya
saya mengira bahwa ajaran yang sedang dibacakan ini lebih cocok untuk si Anu
atau si Anu. Intellect saya lantas menganalisis perilaku si Anu dan si
Anu. Walhasil, saya pasti berpikir yang perlu berubah adalah si Anu dan
bukan diri saya.
Tuhan
mengajarkan ayat-ayat luhur, memberi petunjuk lewat ayat tersebut untuk mengubah
saya menjadi pribadi yang luhur dari tidak luhur. Tetapi ini hanya akan menjadi
realita jika saya mau/bersedia mengalami menjadi itu. Inilah yang dikatakan
sebagai menjadi perwujudan (becoming embodiment).
Jadi,
saya musti memeriksa ....Ketika saya membaca/diperdengarkan ayat-ayat luhur Beliau, apakah saya merasakan
atau mengalami relasi antara Guru-Murid ini, hidup?
Ajaran
Tuhan adalah pikiran Tuhan, harapan Tuhan, berkah Tuhan, petunjuk Tuhan. Jika ketika
mendengarkan petunjuk Tuhan, pikiran saya lari kepada orang lain dan bukan
berfokus kepada diri saya, maka saat itu juga saya gagal. Saya merasa orang
lain yang harus berubah dan bukan diri saya yang harus berubah.
Ada
beda yang jelas antara petunjuk Tuhan dengan petunjuk selain Tuhan.
Petunjuk Tuhan pasti membawa saya “menaik”- elevated – menjadi luhur, artinya saya tidak jalan di tempat, sifat-sifat saya, karakter saya mengalami kemajuan, yakni mendekat kepada sifat-sifat Tuhan. Sementara petunjuk selain Tuhan membuat saya mengalami kemerosotan (marah, emosi negatif, ego, merasa tidak dihargai dsb)
Jika saya sudah biasa dibacakan, diperdengarkan petunjuk Tuhan, tetapi saya stagnan, pikiran-kata-perbuatan saya tidak bergerak mendekati sifat Tuhan Yang Maha Luhur, maka, walau saya mendengar, tetapi yang saya ikuti adalah petunjuk dari selain Tuhan. Bisa jadi saya sedang mengikuti petunjuk diri saya sendiri atau petunjuk orang-orang lain.
Jika saya sudah biasa dibacakan, diperdengarkan petunjuk Tuhan, tetapi saya stagnan, pikiran-kata-perbuatan saya tidak bergerak mendekati sifat Tuhan Yang Maha Luhur, maka, walau saya mendengar, tetapi yang saya ikuti adalah petunjuk dari selain Tuhan. Bisa jadi saya sedang mengikuti petunjuk diri saya sendiri atau petunjuk orang-orang lain.
Terima
kasih Tuhan..terima kasih sudah membaca. Semoga selalu damai dan Salam hormat.
No comments:
Post a Comment