Bacalah dengan mengingat Tuhan...
Dear Pembelajar
Salah satu butir permata pengetahuan Tuhan
yang saya sukai adalah adalah bahwa setiap jiwa adalah aktor yang sedang
berlakon, memainkan cerita Drama di atas panggung bernama dunia.
Saya pernah tidak suka dengan seseorang karena sikap dan perilakunya. Dia pandai berkata-kata manis di depan
orang banyak, namun di belakang “panggung”, perilakunya sangat kontradiktif. Oleh karenanya, saya malas mendengarkan dia bicara. Karena yang ada dalam pikiran saya hanya satu, yaitu “lain di bibir
lain di hati”. Belakangan saya dipahamkan Tuhan, bahwa sikap saya itu adalah
wujud dari kesombongan halus.
Walaupun Tuhan mengajar saya bahwa setiap
jiwa adalah aktor, saya selalu gagal untuk meresapkan ini. Masih saja ada rasa
tidak suka dengan orang tersebut.
Sampai suatu ketika, saya kembali
diingatkan oleh Tuhan, bahwa pelajaran apapun yang saya terima dari Beliau,
jika tidak saya resapkan, itu artinya saya belum paham.
Pelajaran adalah teori. Sepanjang saya
belum menjadi perwujudan atas butir-butir pelajaran yang saya terima,---ini tidak
bisa disebut sebagai saya telah berhasil meresapkan.
Meresapkan berarti menjadi perwujudan. Menjadi
perwujudan berarti memahami. Belajar bukan bercerita tetapi eksperimen dan
mengalami.
Apa yang dikatakan Tuhan, pasti selalu
benar.
Maka, ----Ketika Tuhan memberitahu bahwa semua
jiwa bersaudara, itu pasti benar, bukan bohong-bohongan.
Ketika Tuhan berkata bahwa setiap jiwa adalah aktor,
itu pasti benar. Jika Tuhan beritahu bahwa jiwa adalah titik cahaya, itu pasti
benar. Jika Tuhan berkata bahwa setiap jiwa adalah istimewa, itu juga pasti
benar. Jika Tuhan katakan bahwa pada dasarnya setiap jiwa adalah baik, itu juga pasti bukan bohongan, itu pasti benar.
Tak ada kata-kata Tuhan yang tidak benar. Tinggal
saya mampu meresapkan/merealisasi poin mutiara-mutiara itu atau tidak. Jika saya tidak
melakukan eksperimen atas semua kata-kata Tuhan, saya pasti tidak mengalami
apa-apa. Jika saya tidak mengalami, maka saya tidak akan menjadi perwujudan. Ini
artinya, saya tidak belajar apa-apa dari Tuhan.
Baiklah...saya akhirnya bereksperimen dengan kebenaran yang Tuhan katakan.
Suatu saat saya mendengarkan seseorang yang tidak saya sukai itu, bicara. Kali itu saya percaya apa yang Tuhan katakan
bahwa dia adalah aktor dan saya adalah aktor yang sama-sama sedang memainkan
peran masing-masing. Saya fokus kepada itu.
Dalam kesadaran saya adalah aktor dan dia
adalah aktor, saya tidak lagi berfokus kepada kelemahan/kekurangan jiwa ini. Mata
pikiran saya tidak tertuju kepada kekurangan dia, tetapi saya fokuskan kepada
titik cahaya yang ada di tengah dahi dia (titik ajna).
Saya melihat dia, titik cahaya, sebagai
aktor sedang bekerja mengajarkan hal-hal baik dan benar kepada saya.
Saya melihat dia yang asli, dia yang
otentik,---adalah titik cahaya yang punya karakter istimewa. Saya ingat pesan
Tuhan bahwa setiap jiwa adalah cantik, istimewa dan bersinar. Jika saya melihat
keredupan itu pasti bukan dia yang asli. Itu pasti ilusi. Dia adalah titik
cahaya yang cantik dan istimewa.
Saya berfokus kepada sang jiwa, sang titik cahaya
dan saya mendengarkan setiap kata-katanya dengan khidmat sebagai pelajaran yang
bermanfaat buat saya.
Hasilnya?
Perasaan saya terhadapnya berubah. Saya mengalami
perasaan berterimakasih yang sangat dalam, dan saya menemukan dia betul-betul
cantik dan istimewa...bukan hanya berhenti di situ...saya punya good wishes...doa-doa
terindah buat dia, yaitu....agar dia selalu cantik dan istimewa, seperti
ini...seperti "Pencipta"nya.
Kesadaran yang demikian telah saya uji
berulang-ulang kepada beberapa jiwa yang dengannya saya pernah bermasalah.
Dahulu, saya
masih punya rasa tidak suka kepada mereka yang tidak sepaham dengan saya dan tidak
mengerti bagaimana menyembuhkan penyakit ini.
Sejak mengenal Tuhan lebih dekat lagi dan sejak
Tuhan mengajarkan bagaimana cara memahami pelajaran-pelajaran Beliau,
ketidaksukaan berubah menjadi cinta kasih. Tak ada kebencian, tak ada
ketidaksukaan, tak ada kepalsuan. Yang ada hanya belas kasih, cinta kasih dan do’a-do’a terbaik.
Tuhan mendorong saya untuk bereksperimen dan mengalami sendiri kebenaran
yang Beliau katakan. Bahwa jiwa-jiwa bersaudara, bahwa jiwa adalah sopir dari kendaraan
bernama badan, bahwa jiwa adalah titik cahaya niskala, bahwa setiap jiwa aslinya baik, cantik dan istimewa.
Saya adalah titik cahaya, Anda adalah titik
cahaya dan kita, jiwa-jiwa adalah titik-titik cahaya. Panggung dunia ini, bukan
rumah kita. Rumah jiwa adalah alam jiwa. Alam cahaya.
Oleh karena itu penting
untuk kembali menjadi otentik, apa adanya, natural, realistis.
Sadari diri sebagai jiwa yang sedang
berlakon dengan menggunakan badan sebagai pendukung menjalankan lakonan.
Ketika saya sadari bahwa saya adalah jiwa,
titik cahaya, maka saya akan terhubung dengan Tuhan, Sang Titik Cahaya. Saya
akan terbangun, terjaga dan menyadari tugas pencahayaan yang telah saya abaikan
begitu lama.
Kerja pencahayaan dari sang titik cahaya, tidak
pernah dan tidak mungkin mengenal batas. Ia pasti melampaui segala yang terbatas,
....melampaui sekat-sekat, nama, wujud dan label-label lainnya yang terbatas.
Terimakasih sudah membaca. Salam damai dan
jangan lupa ingat Tuhan.
No comments:
Post a Comment