Bacalah dengan mengingat Tuhan Yang Esa,
"Cahaya itu ...tidak pernah memerangi kegelapan"
Dear
pembelajar,
Sebelumnya
saya harus mengingatkan bahwa semua jawaban atas pertanyaan yang masuk, saya
merujuk kepada konsep pemikiran SpiritualMarketing. Tentang apa itu Spiritual
Marketing, Anda bisa membaca di sini.
Sdr. Yaguar
menanyakan “Bagaimana tindakan kita, jika usaha kita kalah dengan perkembangan
jaman, padahal konsep usaha kita menggunakan sistem tradisional dan apa yang
harus kita lakukan agar bisa bersaing?”
Pertama, perhatikan
frase “bagaimana jika usaha kita kalah”. Ini adalah refleksi ketakutan dalam
spirit (jiwa), karena kejadian itu tidak benar-benar terjadi. Bagaimana jika
usaha kita kalah dengan pesaing? (Faktanya, kita tidak kalah, tapi hanya takut
kalah).
Maka ini
adalah persoalan yang kita ciptakan sendiri. Persoalan bukan pada pesaing yang
mengalahkan kita, tetapi persoalannya adalah, “belum ada persoalan tetapi kita
sudah membuat persoalan terjadi dalam pikiran kita.” Jadi, pada level pikiran, kita
sedang ketakutan terhadap apa yang belum terjadi.
Sekarang, mari
kita memahami apa arti kata tradisional dan modern. Menurut KBBI, kata “tradisional”
berarti sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh
pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun-temurun, sementara
kata “modern” berarti sikap dan cara berpikir serta cara bertindak sesuai
dengan tuntutan zaman; (terbaru; mutakhir).
Apa artinya?
Artinya,
pemasar yang benar-benar menerapkan konsep tradisional, ia bekerja didorong
oleh faktor internal (dari dalam dirinya) dan selalu terhubung dengan
norma-norma dan adat kebiasaan yang (biasanya) adalah luhur/mulia. Sedang pemasar
penerap konsep modern adalah, ia yang bekerja berdasar rangsangan “kemajuan
jaman”. Tindakannya mengikuti rangsangan yang diciptakan oleh situasi dan
kondisi yang terjadi diluar dirinya.
Pemasar yang
benar-benar penerap konsep tradisional, mereka (jiwa dan raga) selalu hadir sejak
niat awal, proses, hingga pada
penyerahan produk. Sementara penerap konsep modern, lebih suka meringkas
semuanya, demi kepentingan efisiensi (penghematan) dalam rangka menciptakan
keuntungan yang lebih besar. Maka, banyak mesin menggantikan kerja manusia
dalam bisnis modern. (bahkan ketika Anda ingin menghubungi perbankan atau
instansi lainnya lewat telepon hari ini, Anda dijawab oleh mesin bersuara
perempuan).
Sekarang, Anda
lebih tertarik yang mana, tentu yang dapat memutuskan adalah Anda sendiri.
Akan ada plus
minus dari keduanya, tetapi jauh lebih penting dari itu adalah bahwa setiap bisnis,
baik tradisional maupun modern, dua-duanya hampir pasti akan mengalami siklus,
merintis, bangkit, jenuh dan bangkrut. Dalam bahasa umum, introduction, growth, maturity dan decline. Walaupun dalam faktanya, bisa saja terjadi, baru merintis
langsung gulung tikar. Atau baru merintis, terus meroket.
Juga walaupun,
setiap penjual sudah melakukan tuntutan teoritis, lalu mengapa ada yang laku
keras ada yang tidak?
Sebagai contoh,
sesekali pergilah ke sekitar makam Kembang Kuning atau ke sepanjang jalan
Kedungdoro Surabaya. Produk yang dijual, sama, yaitu “kembang”. Harga,
rata-rata sama. Cara mereka melayani pun mirip..., lalu faktor apa yang
menyebabkan yang satu lebih laris dari yang lainnya?
Kenapa masing-masing
mereka punya pelanggan tersendiri?
Faktanya,
dalam dunia praktik, selalu ada hal-hal yang terjadi yang tidak bisa dijawab
oleh teori. Lalu orang memponis bahwa ini adalah faktor lucky.
Nah... ada “klik”
antara (jiwa) penjual dan (jiwa) pembeli. Inlah bahasa lain dari faktor lucky tersebut. Dan begitulah yang
terjadi pada level spirit.
Pertanyaan berikutnya
adalah, “Apa yang harus kita lakukan
agar mampu bersaing?”
Konsep pemasaran spiritual, tidak mengenal kata bersaing.
Yang ada adalah kooperatif, toleran dan pengertian.
Spiritual marketer
mengerti bahwa marketer lain adalah mitra yang mengajarinya (baik langsung atau
tidak langsung) pelajaran-pelajaran yang mampu membuat dirinya maju secara
kualitas (internal quality). Tetapi prinsip differensiasi tetap bisa diterapkan.
Artinya, untuk tetap bisa menarik perhatian pasar, spiritual marketer harus
punya uniqueness atau speciality (keistimewaan). Keistimewaan ini bisa
dikomunikasikan kepada pasar, baik dg cara terang-terangan atau tersamar.
Cobalah membuat
daftar jawaban, bila konsumen bertanya kepada Anda, “Mengapa saya harus memilih
produk Anda dan bukan produk mereka?”
Itulah cara
mengidentifikasi dan menciptakan differensiasi.
Bagaimanapun, sekarang
ini, saya melihat adanya arus perubahan (walaupun tidak besar, tetapi sangat
jelas mengalami peningkatan).
Mulai tumbuh kesadaran
pasar untuk mencari sesuatu yang tradisional, asli, sehat tanpa kontaminasi
modernitas. Ada segmen yang walaupun tidak besar, tetapi mereka bersedia
membayar mahal untuk hal-hal tersebut. Misal, ada wisata hutan yang di sana,
semua pengunjung harus meninggalkan semua gadget dan semua unsur modernitas, di
luar area, baru mereka bisa masuk ke dalam. Tak ada listrik dan semua didesain dengan sangat alami.
Ada juga segmen
yang lebih suka menyehatkan diri dengan cara akupunktur, akupresure dan bekam serta menghindar dari perlakuan dunia
medis.
Di sudut lain, mulai banyak resto vegetarian, resto vegan dan supermarket produk-produk
organik.
Wisata religi juga terus mengalami peningkatan. Apa tujuan tersamar
dari wisata ini? Mencari kedamaian. Meninggalkan hiruk-pikuk modernitas dan
kembali kepada Tuhan untuk meraih ketenangan yang tidak mampu diberikan oleh
modernitas. Dan fakta yang
tidak dapat disangkal, adalah, walaupun Tuhan dinilai sebagai sosok paling
tradisional-konservatif, Beliau juga merupakan sosok yang lebih modern dari
semua yang modern. Buktinya, ditengah-tengah kehidupan yang full dengan modernitas, toh orang-orang masih memerlukan meminta masa depan yang baik/aman dan selamat kepada Beliau.
Jika sudah demikian, apakah benar bahwa yang modern akan benar-benar mampu mengalahkan yang tradisional?
Terima kasih sudah membaca. Semoga bermanfaat.
No comments:
Post a Comment