Bacalah dengan mengingat Tuhan yang Esa
"Untuk mendapat bantuan Tuhan, diperlukan kombinasi keberanian dan kerendahan hati"
Dear pembelajar,
Pertanyaan pada akhir tulisan sebelumnya
adalah (1). Apakah belajar ilmu memasarkan tidak
lagi penting? (2). Apa hubungan pelajaran Perilaku Konsumen dengan
pikiran dan intelek? Dan (3). Apa jadinya jika pikiran dan intelek tidak
dibuka?
Kita akan membahas pertanyaan pertama
terlebih dahulu. Lebih lengkapnya, pertanyaan tersebut berbunyi, “Apakah dalam
situasi seperti sekarang ini, dimana semua kebutuhan dan keinginan manusia sudah
tersedia produk pemuasnya secara berlimpah, ilmu pemasaran masih relevan? Masih
adakah peluang untuk menjadi pemasar?”
Jawabannya tentu saja “Ya! Masih relevan
dan selalu saja ada peluang”.
Hampir semua orang tahu pesatnya
perkembangan dunia pemasaran sekarang ini. Persaingan makin meningkat. Banyak produk
terkesan mirip dan seragam. Setiap hari, setiap merek produk apa saja berpikir
keras agar bisa meraih perhatian konsumen. Konsumen dibombardir dengan
iklan-iklan yang saling adu argumentasi tentang kelebihan merek mereka dan
kelemahan merek pesaing.
Kesulitan memasarkan juga dialami oleh
beberapa mahasiswa yang mengaku menjual pakaian secara on line, walaupun ada juga beberapa yang antusias menikmati bisnis on line -nya yang sedang laris manis.
Teori yang mereka terima sama, tetapi
mengapa ketika itu dipraktikkan, menjadi ada yang gagal dan ada yang berhasil? Setiap
Fakultas Bisnis mengajarkan ilmu marketing, tapi apakah semua yang belajar ilmu
marketing akan berhasil menjadi marketer/pemasar? Apakah semua yang belajar
ilmu pemasaran pasti berhasil menjadi pemasar yang handal? (Pertanyaan ini pun
bisa diterapkan untuk bidang-bidang lain). Saya stop menulis tentang ini di
sini dan akan menulis dalam topik tersendiri nantinya.
Kembali kepada pertanyaan di atas. Ketika saya
menjelaskan tentang apa itu SpiritualMarketing dan betapa pentingnya itu diimplementasi, saya bisa menangkap signal apa yang sedang mahasiswa pikirkan. Saya
tahu mereka tertarik dan setuju dengan penjelasan saya tetapi mereka meragukan
apakah konsep itu bisa diterapkan sekarang ini. “Hari gini mau terapkan konsep spiritual marketing? Come on...! Ini
sungguh tidak realistis!”
----Kira-kira seperti itu sesuatu yang sedang
berkecamuk dalam benak mereka. Dan benar! Ketika ini saya konsfirmasi, mereka
mengangguk sambil tertawa...
Ilmu marketing masih relevan dipelajari untuk
situasi praktik dunia marketing yang sudah hampir tidak jelas ini, tetapi saya
menyarankan untuk belajar ilmu marketing yang tidak biasa, yaitu Spiritual Marketing. Karena dunia sudah
dipenuhi oleh marketer yang sedang
berjalan menjauh dari nilai-nilai luhur/spiritual, dalam berkegiatan.
Konsumerisme, global
warming, tidak sehatnya lingkungan, meningkatnya jumlah e-waste, polusi udara, sampah di darat dan laut,
kebakaran hutan, meningkatnya jumlah dan ragam penyakit (fisik dan psikis---pola
hidup konsumtif adalah penyakit psikis),------ semua ini adalah persoalan-persoalan yang
diakui atau tidak, ada hubungannya dengan “ulah” para marketer. Yaitu, para marketer
yang selalu mampu melihat peluang bisnis, selalu mampu mengubah kebutuhan
menjadi keinginan, dan selalu mampu merangsang dan memunculkan hasrat-hasrat konsumen yang
semula terpendam.
Lalu, mengapa saya menulis “praktik dunia
marketing sudah hampir tidak jelas”?
Tidak jelas artinya samar-samar. Tidak
jelas artinya, tidak jelas antara manfaat dan mudharatnya. Bisa juga samar-samar
tujuannya.
Meningkatnya jumlah Rumah Sakit, apakah ini
tanda-tanda majunya bidang kesehatan, atau pertanda meningkatnya jumlah orang
sakit? Atau pertanda dari merosotnya kemampuan para ahli kesehatan? Atau
pertanda merosotnya mental pemasar yg membubuhkan zat racun pada makanan yang
membahayakan kesehatan?
Lalu, perhatikan PTN dan PTS yang “menjual
dagangan” Fakultas Kedokteran. Betapapun maha
mahalnya biaya pendidikan yang dipatok, bangku mereka laris manis bak kacang
goreng. Peminat profesi dokter selalu berlimpah. Mereka berduyun-duyun mengikuti
test untuk bisa diterima dan kemudian belajar ilmu kedokteran.
Seolah ada yg menggerakkan mereka. Seolah ada
yang memberi bisikan halus, bahwa
nanti di masa depan, jumlah penyakit dan jumlah orang sakit bakal meningkat
tajam. Untuk itulah mereka harus hadir,
duduk dan belajar di Fakultas Kedokteran, sekarang. Siapa yang menggerakkan
mereka untuk berbondong-bondong belajar ilmu kedokteran, walaupun mahalnya
minta ampun?
Mengapa Go-Jek
dengan segala produk ikutannya termasuk, Go-Food mengalami kemajuan yang berarti? Karena jumlah pemalas
meningkat dari tahun ke tahun ataukah jumlah kemacetan meningkat? Bisakah Anda bayangkan situasi dimana
dunia ini dipenuhi dengan orang malas? Anda pasti punya pertanyaan lain yang
muncul di kepala Anda!
Mengapa kehadiran taksi on line membuat taksi
off line (termasuk angkot) ketar-ketir dan bahkan demo? Karena konsumen
sekarang lebih suka harga murah. Mengapa akhirnya konsumen lebih suka memilih
yang murah? Ada penyebab halus/tak kentara, di sini. Konsumen sudah jatuh miskin,
takut miskin atau ingin save/saving. (Coba renungkan dengan tenang tanpa emosi
negatif, hanya orang yang merasa tidak saved yang ingin saved). Mengapa orang menabung?
Karena jaga-jaga, karena tidak mau miskin/kehabisan uang atau karena ingin selamat
dari kemiskinan di masa depan.
Dari sudut pandang lain, mengapa taksi off line
mengalami kebangkrutan? Karena salah satu motive
mereka dalam berbisnis adalah ingin menguasai
pasar. Faktanya, mendadak mereka jadi mampu membuat diskon besar-besaran
hari ini ketika taksi on line hadir menyemarakkan dunia bisnis pertaksian. Apa
yang ada di kepala mereka sebelumnya ketika menetapkan harga tinggi? Mereka berpikir
mereka bisa menetapkan harga tinggi karena mereka layak untuk itu. Dan sekarang berubah pikiran setelah banyak muncul pemain baru?
Bisnis apapun
yang motifnya menguasai pasar, ia pasti runtuh. Bisnis apapun yang ingin jadi
nomor satu atau ter-atas, ia akan runtuh. Karena ketika sesuatu sudah mencapai
puncak, tidak ada jalan lain kecuali “harus turun”.
Sekarang, mari kita perhatikan produk otomotif. Mereka
berlomba-lomba mempunyai atribut unggulan
dalam hal/faktor keselamatan. Dan respon konsumen?
Wow! Konsumen bersedia membayar mahal untuk itu semua. Apa makna tak
kentara (undisguised meaning) dibalik ini semua? Seolah-olah di masa depan akan banyak kemungkinan bahaya/kecelakaan,
sehingga segala fitur dan atribut perlindungan harus dibuat melengkapi produk
otomotif yang ada sekarang. Disadari atau tidak, ketakutan konsumen sudah terbaca oleh pebisnis dan itu kemudian
direalisasi ke dalam produk fisik. ---- sampai bahkan sudah muncul juga ide mobil terbang. Disadari atau tidak, para
pebisnis otomotif, sudah kehabisan cara untuk memikat konsumen, kecuali dg cara
menakut-nakuti konsumen tentang
bahaya yang belum terjadi. Dengan mengatakan “dengan dilengkapi atribut ini...bapak/ibu sebagai user akan terlindung
bila terjadi sesuatu”.
Hari ini...siapa yang tidak menginginkan keselamatan?
Dan tahukah Anda? Nyaris, tidak ada satu suku cadang pun yang bisa dibuat, tanpa melalui proses pembakaran. Apa yang ada dalam pikiran Anda ketika mendengar kata 'pembakaran'?
Seribu halaman tak cukup untuk menulis
contoh-contoh kasus untuk menjelaskan betapa relevannya Spiritual marketing di zaman sekarang. Saya akhiri dahulu sebelum
Anda merasa bahwa tulisan ini terlalu panjang. Saya masih punya hutang menjawab
dua pertanyaan. Semoga ada waktu untuk melanjutkan.
Okay. Terima kasih sudah membaca! Ikuti tulisan berikutnya. Don’t forget to remember God.
No comments:
Post a Comment