Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu,----
"Citra adalah apa yang dipikirkan orang lain tentang kita sedang integritas adalah apa kita yang sesungguhnya" (John C. Maxwell)
Dear pembelajar,
Memang
benar kata orang, menjadi pemimpin itu tidak mudah. Banyak orang merasa gagal
memimpin. Juga banyak orang betul-betul gagal memimpin (bukan hanya merasa
gagal).
Di kelas, saya pernah menyampaikan bahwa bekerja bidang apapun, kalau mengabaikan
unsur-unsur spiritualitas (kerohanian/kejiwaan), sudah pasti gagal. Kata "gagal" dalam definisi saya adalah menimbulkan derita bukan hanya bagi diri pribadi, tapi juga bagi banyak orang.
Pemasaran
yang tidak spiritual, kepemimpinan yang tidak spiritual, pengambilan keputusan
yang tidak spiritual dan kehidupan yang tidak spiritual, hanya akan memproduksi derita. Bukan hanya
bagi orang lain, tapi juga bagi diri sendiri.
Jika demikian, lalu apakah yang dimaksud dengan kesuksesan? Sekali lagi, saya mendefinisikan sukses adalah kepuasan batin, ketenangan dan kedamaian, baik yang dialami oleh diri sendiri maupun semua yang terlibat di dalam kegiatan yang dimaksud.
Jika demikian, lalu apakah yang dimaksud dengan kesuksesan? Sekali lagi, saya mendefinisikan sukses adalah kepuasan batin, ketenangan dan kedamaian, baik yang dialami oleh diri sendiri maupun semua yang terlibat di dalam kegiatan yang dimaksud.
Soal pemasaran spiritual bisa dibaca di sini. Hari ini saya ingin bicara tentang spiritual leadership. Walaupun pernah saya tulis di sini, saya memutuskan untuk memperbaharui. Apakah bedanya leader biasa dengan spiritual leader?
Seorang leader biasa, ketika dia berada dalam rumah ibadah, pikirannya kemana-mana. Ia bisa saja memikirkan pergi memancing setelah ibadah, memikirkan pergi belanja, memikirkan agenda siapa-siapa yang perlu ditilpon, memikirkan hutang piutang dll. Di dalam rumah ibadah, pikirannya mengembara kemana-mana dipenuhi hal-hal yang bersifat kebendaan.
Sementara spiritual leader, ketika ia pergi memancing, hatinya terus terpaut dengan Tuhan. Ia menyelaraskan pikirannya dengan Tuhan dan segala ciptaanNya. Apapun aktivitasnya, Tuhan dipilih sebagai pimpinan dan sasaran. (Kira-kira, diantara kedua jenis pemimpin tersebut, mana yang dilihat Tuhan, sebagai pemujaan yang paling asli?)
Itu hanya pembukaan menuju materi sebenarnya, yaitu formula kepemimpinan. Apakah kepemimpinan itu ada formulanya? Ada! Dalam bukunya, “Going Deep”, Ian Percy menggagas bahwa kepemimpinan akan efektiv bila dijalankan dengan formula 30/30/20/20.
30% pertama adalah Brain Trust
Spiritual leader, menghabiskan
30% waktunya untuk berpikir. Ia memercayai dan mengembangkan kemampuan otaknya.
Jika ia memiliki 40 jam kerja/minggu, maka 12 jamnya (2,5 jam/hari), digunakan
untuk kegiatan berpikir. Berpikir adalah bagian aktif dari serangkaian keahlian
kepemimpinan.
Banyak
senior yang ketika mempunyai lebih banyak lagi tanggung jawab, justru lebih
sedikit punya waktu berfikir. Padahal, berpikir akan mengembangkan kemampuan
intuitif, membuat lebih terbuka, aktif, kreatif dan berkembang secara
berkesinambungan..
Mungkin
Anda protes. Pemimpin, harusnya “mengetahui”, bukan hanya refleksi/berpikir.
Betul! Tetapi untuk berpikir, kita tak perlu berhenti mengetahui. Berpikir
menjembatani apa yang kita ketahui sekarang, dengan masa depan organisasi.
Berpikir
dapat dirangsang melalui membaca. Sangat penting memperluas rentang pengetahuan
dan mencoba tidak terlalu membatasi buku-buku bacaan. Sesekali diperlukan
keluar dari zona nyaman intelektualitas. Contoh ekstrim dari kegiatan berpikir adalah berani menyeberang sejenak mendalami
al kitab agama lain dan mengetahui isinya. Jangan ragu membaca
buku-buku yang menggelisahkan atau bahkan membosankan. Muhammad SAW,
Kristus, Gandhi, Dalai Lama, Konfusius, adalah contoh bacaan yang dapat melatih
kepekaan pikir.
30%
ke dua adalah Komunikasi
Spiritual leader menghabiskan 2,5 jam sehari, untuk memastikan
bahwa komunikasi di dalam dan di luar organisasi berjalan dengan efektiv.
Ketika
mengunjungi bagian produksi, ia membawa berita dari bagian R&D dan bagian
Marketing. Saat mengunjungi bagian expedisi, ia membawa berita dari bagian
penjualan. Saat mengunjungi bagian administrasi, ia membawa kabar tentang
“perjuangan” dan “kemenangan”, yang harus dicatat.
Apapun yang ia bawa, pesan spiritualnya adalah “kita adalah satu”, “kita adalah tunggal”, “kita adalah tak terbagi”. Indikasi bahwa komunikasi berjalan efektiv adalah bahwa setiap bagian mengetahui kegiatan organisasinya secara utuh.
Percy mencontohkan kapten pesawat sebagai
komunikator yang baik. Sang kapten mengenalkan dirinya dan memberitahu bahwa
ada seorang yang lain yang duduk disampingnya. Suaranya penuh percaya diri dan mengalir lancar,
memberitahu progress penerbangan.
Ia memberitahu dimana kita berada, dipandang dari titik tujuan. Ia memberitahu perkiraan tiba di bandara tujuan. Kadang ia memperlihatkan hal-hal yang dapat kita saksikan sepanjang perjalanan, yang mungkin tidak pernah kita sadari, jika kita tidak diberitahu.
Kita bahkan mengetahui bagaimana laporan cuaca terkini di tempat tujuan. Jika ada masalah yang akan mempengaruhi kenyamanan perjalanan, kita diberitahu sebelum benar-benar terjadi. Ia mengajari kita bagaimana menjaga keselamatan diri sendiri selama turbulensi udara.
Ia memastikan bahwa kita tahu kapan semua itu akan berakhir. Terkadang ia mengunjungi kabin penumpang, untuk bertatap muka dengan orang-orang yang telah mempercayainya. Sebuah model komunikasi yang layak diteladani!”, Demikian saya merujuk apa yang disampaikan Percy.
20%
pertama adalah Mentoring dan Perencanaan Suksesi,
Spiritual leader mengalokasikan
1,5 jam/hari untuk konsultasi internal, pendampingan, mentoring/pelatihan, dan
perencanaan suksesi.
Bagi
pemimpin biasa, perencanaan suksesi dianggap tabu, sama halnya dengan bunuh
diri. Ini mengancam perjalanan karirnya. Pemimpin biasa hanya menghasilkan
kenaikan karir dirinya. Sepanjang hari hanya memerintah orang-orangnya agar
menyelesaikan detail pekerjaan dengan bagus, sambil berucap“do your best”.
Banyak
pemimpin biasa memang terlihat seperti pemimpin berkualitas. Mereka
berhasil naik ke puncak. Namun mereka tidak mampu membawa siapapun kemana-mana.
Prestasi maksimal mereka adalah, berhasil menciptakan sikap keteraturan,
ketundukan dan kepatuhan karyawan mereka. Seorang spiritual leader, membantu
orang-orangnya melakukan berbagai hal untuk diri mereka sendiri. Ia melakukan
pembimbingan kuat dan bijaksana, ia
juga menyerah-terimakan prosedur.
20%
terakhir adalah Operasional!
Spiritual leader, mengalokasikan
20% waktunya untuk membaca/memahami laporan administrasi/keuangan perusahaan.
Ia paham bagaimana kegiatan proses produksi berjalan dengan baik. Ia menemui
konsumennya baik secara samar maupun terang-terangan untuk mendengarkan keluhan
dan saran mereka.
Dalam praktik, formula ini mengalami
proses. Awalnya bisa saja 10/10/10/70, tetapi semakin senior seorang pemimpin,
ia akan bergerak menuju peran spiritual
leader. Spiritual leader tak kan terlalu lama terbelenggu dalam kompleksitas
persoalan-persoalan masa lalu. Ini hanyalah gagasan. Keputusan ada di
tangan pembaca. Semoga bermanfaat.
(Inspired
by Ian Percy, in “Going Deep”)
Salam bahagia dan terus berkarya!
Video Version :
No comments:
Post a Comment