Bacalah dengan nama Tuhanmu,----
"Kebijaksanaan bukan diwariskan atau diperoleh sejak lahir, tetapi harus dipelajari" (Anonim)
Dear pembelajar,
Damainya kampus
bila mengerti bahwa hadirnya mahasiswa adalah juga untuk meningkatkan kualitas
dosennya. Sehingga tidak memandang mahasiswa hanya sekedar obyek yang bisa
diubah. Damainya kampus, bila hadirnya mahasiswa bisa lebih disikapi sebagai
hadirnya guru-guru. Guru yang dapat membantu meningkatkan kualitas diri para
dosennya. Semuanya akan berjalan dalam keselarasan yang saling mensupport.
Saling belajar satu kepada lainnya.
Kualitas dosen, tak cukup hanya dinilai dari jumlah gelar yang disandang,
jumlah penelitian yang dipublikasi, jumlah sertifikat pelatihan yang diikuti,
namun lebih kepada kebergunaan dari alumni yang sudah dihasilkannya,
dibimbingnya, kemanfaatan segala yang ditelitinya, ditulisnya, diomongkannya, diajarkannya. Keteladanan dan kesungguhan dalam pengabdiannya kepada profesi yang dipilihnya, juga adalah ukuran kualitas.
Ketika saya menulis artikel “Hidup Bukan Persaingan”, seperti biasa,
ada yang tidak setuju terselip diantara yang setuju. Sebenarnya inti tulisan
itu adalah, “tak perlu kita terlalu berpikir bahwa hidup harus bersaing dengan
orang lain, sebab pesaing yang sesungguhnya adalah ego (bukan orang lain). Oleh
karenanya, jika kita ingin hidup damai, maka kalahkan saja ego diri”.
Datanglah Alek yang suka bercanda. Ia berkomentar, “Sepertinya Alek
akan merasa damai bila didekat aridha…”.
Sesaat kemudian ST hadir menimpali,
“Dosenku dulu cuma satu yang Ibu. Jadi ia paling cantik dan
selalu bikin mahasiswa semangat kuliah…Alek kuliah lagi yo.. sama Ibu Dosen
Aridha..(?) Kalaupun kita jadi mahasiswa dudul yang penting damai ha ha ha ha…”
“Kuliah sama ibu
Dosen Aridha, kalaupun kita menjadi mahasiswa dudul, yang penting damai, ha ha
ha…”. Terdengar sangat manis.
Saya balas
komentar sahabat ST,
“Mas ST, terima
kasih sudah hadir. Tak ada mahasiswa dudul di mata saya. Semua mahasiswa
mempunyai bakat-bakat baik yang bisa dikembangkan. Angka-angka hasil dalam
kertas ulangan itu hanyalah angka, yang bisa saja saya permainkan apakah mau
saya berikan semuanya, separoh atau tidak saya berikan sama sekali. Angka-angka
itu tidak akan bermakna apa-apa, jika mereka (angka-angka itu) tidak mampu
menciptakan kemuliaan hati (para mahasiswa). Salam bahagia penuh karya!”
Saya tak
mengerti mengapa harus ada istilah “mahasiswa dudul”. Dudul biasanya didefinisikan
sebagai “selalu memperoleh nilai ujian dibawah standar, tidak mampu berargumen
mempertahankan pendapatnya dan tidak mampu menggunakan logikanya dengan baik.
(berdasarkan penilaian sang dosen). Padahal kehidupan kampus akan kacau bila
seluruh mahasiswa terlalu pandai berargumen. Harus ada peran dan
pemeran-pemeran DIAM dalam ruang-ruang pembelajaran.
Bukan hanya
mahasiswa, tapi dosen pun seyogyanya sesekali bisa berdiam, agar ia mengerti
apa yang harus dilakukan terhadap mahasiswanya. Jika bersedia sedikit saja merenung,
sesungguhnya ini bukan untuk meningkatkan kualitas mahasiswa semata, namun penting
untuk meningkatkan kualitas profesionalismenya sendiri.
Statemen
“mahasiswa dudul” itu mengusik saya. Makin jelas adanya tanda bahwa kedamaian
dan keindahan pembelajaran, tidak menarik untuk dipertimbangkan. Dan saya
adalah pecinta pembelajaran yang damai dan indah. Seperti apakah pembelajaran
yang damai dan indah itu?
Dangkalnya
pemahaman kawula kampus terhadap situasi pembelajaran yang damai dan indah
menyebabkan kesalahpahaman. Kata “damai dan indah” dalam pembelajaran dianggap
sebagai sesuatu yang mengada-ada dan bahkan omong kosong belaka.
Namun bagi
pencari kedamaian dan keindahan dalam pembelajaran, kedamaian kampus dimaknai
sebagai situasi yang penuh keselarasan dalam pembelajaran. Jika mahasiswa
diharuskan bersikap hormat kepada dosen, maka begitu pula sebaliknya. Dosen
seyogyanya mampu bersikap hormat terhadap mahasiswa. Kedua belah pihak
(guru-murid), harus sama-sama dapat memetik manfaat. Tidak ada upaya
pemerkosaan. Pembelajaran dimulai dari kebutuhan mahasiswa, bukan dari dosen.
Pecinta
kedamaian dan keindahan dalam pembelajaran, ia akan terus mencari dan berupaya
menemukan sisi-sisi indah setiap keadaan di dalam kampus/gedung sekolah.
Pembelajaran yang
damai dan indah adalah pembelajaran yang penuh makna. Keadaan pembelajaran yang
damai dan indah adalah keadaan yang bisa memberikan pelajaran-pelajaran hidup
dan kehidupan kepada SELURUH INSAN kampus.
Orientasi para
pencari kedamaian dalam pembelajaran, BUKAN MENGUBAH ORANG LAIN, namun lebih
kepada BELAJAR MENGERTI orang lain dan bila perlu, mengubah dirinya sendiri
menjadi lebih baik. Bersedia berguru kepada segala maujud guru yang ada di
depan matanya. Segala guru tersebut, mungkin saja oleh Tuhan, bisa dirupakan
dalam berbagai wajah, termasuk mahasiswa.
Banyak lembaga
pendidikan mengira bahwa mereka bisa mengubah seluruh murid dan mahasiswa. Lalu
diciptakanlah kurikulum yang seragam melalui kegiatan konsorsium antar lembaga
pendidikan, mengajarkannya dengan cara yang sama, menguji dengan cara yang sama
dan menilai dengan cara yang seragam. Jika perlu, dibakukan.
Banyak lembaga mengira
bahwa seluruh murid/mahasiswa yang jelas terlahir dari rahim yang berbeda-beda
itu, bakal dapat diubah menjadi seperti yang mereka mau melalui satu andalan mantera
(baca: kurikulum, cara pengajaran, cara pengujian dan cara penilaian) yang
sama. Sim sala bim.
Sementara “mantera”
itu sengaja dibuat sama/seragam/dibakukan, hanya untuk memenuhi satu
kepentingan. Yaitu, agar kerja guru/dosen/lembaga pendidikan, menjadi lebih
mudah dan dipermudah.
Inilah yang
menurut saya factor utama dari kegagalan pendidikan. Inilah sebabnya banyak
guru dan dosen menjadi marah, kecewa dan bahkan putus asa ketika apa yang
diharapkannya tidak menjadi kenyataan.
Ketika saya
menjadi duplikat guru saya yang dulu, mengikuti cara-cara mereka seperti saat
mereka mengajar saya, jujur saya kelelahan. Sebab apa yang saya hadapi sangat berbeda
dengan apa yang beliau-beliau hadapi.
Sungguh melelahkan
beranggapan bahwa dengan segebog kurikulum yang seragam, saya pasti bakal bisa mengubah
seluruh mahasiswa seperti yang saya mau.
Damainya kampus
bila mengerti bahwa hadirnya mahasiswa adalah juga untuk meningkatkan kualitas
dosennya. Sehingga tidak memandang mahasiswa hanya sekedar obyek yang bisa
diubah. Damainya kampus, bila hadirnya mahasiswa bisa lebih disikapi sebagai
hadirnya guru-guru. Guru yang dapat membantu meningkatkan kualitas diri para
dosennya. Semuanya akan berjalan dalam keselarasan yang saling mensupport.
Saling belajar satu kepada lainnya.
Hmm….Mungkin pendidikan di Indonesia
akan tampak kacau bila semua guru/dosen modelnya seperti saya. Kan?
Salam bahagia penuh karya,
CATATAN :
Kini
BUKU Melawan Hantu Bernama Skrispsi, dapat DIPEROLEH LANGSUNG dengan HANYA Rp 50.000,- (lima puluh ribu
rupiah).
Harga
sudah termasuk:
- ONGKOS KIRIM dari Kantor Surabaya ke SELURUH WILAYAH Indonesia,
- Konnsultasi Gratis Kegalauan Soal Skripsi yang meliputi judul/Topik, penentuan masalah penelitian, variabel penelitian, dan metoda/pendekatan yang digunakan dalam analisis (BUKAN jasa pengolahan data),
- Konsultasi dilakukan melalui Chatting FB http://www.facebook.com/groups/skripsicepat/
Bagus, ""Damai" Kampus Bila Dosennya Seperti Dikau" he..he..he
ReplyDeleteTermasuk mencari sisi-sisi indah dalam kehidupan ini ya mbak,
ReplyDeletewah inspiratif nih,!
Nyambung ke judul : saya rasa enggak akan kacau,karena gaya bu dosen seperti mbak,setidaknya saya menilai dari tulisan ini..
_bahwa : gaya mbak bagian dari inovasi pendekatan secara manusiawi yang mungkin sudah banyak dilupakan kebanyakan.
Setuju dengan manusiawinya,bukan saja antara mahasiswa dan dosen tetapi dalam hubungan boss dan pegawainya.
makasih mbak.salam